Senin, 26 Desember 2016

FILOSOFI BATIK SOLO

Batik Solo memiliki beragam motif berbeda-beda dengan nilai seni dan filosofi yang begitu tinggi. Namun tahukah Anda, dahulu  jenis batik yang dilahirkan dilingkungan Kraton Surakarta ini tidak bisa sembarang digunakan. Ada semacam peraturan yang mengikat masyarakat dalam berbatik.
Jaman dahulu batik hanya dapat dikenakan oleh keluarga raja. Saat itu batik dapat menunjukan tingkatan sosial bagi si pemakai. Dalam motif-motifnya pun, batik seperti memiliki aturan khusus. Corak satu dengan yang lainnya akan berbeda fungsi di tiap kegiatan ataupun ritual-ritual yang diadakan kraton.
Beberapa ragam hias Batik Solo yang dikenakan pada saat acara-acara penting diantaranya Satria Manah dan Semen Rante. Kedua motif ini digunakan pada acara pernikahan. Mempelai pria akan menggunakan motif Satria Manah yang meunjukkan bahwa dirinya seseorang ksatria yang akan membidik pasangannya engan busur atau panah. Sedangkan pengantin wanita memakai motif Rante, menandakan hubungan yang erat dan mengikat.
Ragam hias Batik Solo juga tak dapat dipisahkan dari hubungannya dengan sang pencipta. Beberapa Batik Solo mengandung arti kerohanian diantarnya symbol Sawat dari mahkota atau kekuasaan tertinggi, simbol Meru dari gunung atau bumi, dan Burung dari angin atau dunia. Batik Solo memang dikenal begitu erat dengan kultur Hindu Jawa yang tak dapat dipisahkan dari sejarah kraton.
Selain itu Batik Solo juga masih punya motif Sekar Jagad yang dipakai saat acara-acara resmi untuk memancarkan pesona. Ada pula ragam hias Sida Mukti yang berarti ‘jadi bahagia’.  Dipakai sebagai doa bagi mereka yang sedang melangsungkan pernikahan.
Masih banyak lagi ragam hias Batik Solo yang memberikan makna pada tiap coraknya. Dengan keindahan serta nilai-nilai yang ada didalamnya, simbol-simbol yang terdapat pada Batik Solo  diharapkan mampu membawa berkah bagi pemakainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar