Senin, 26 Desember 2016

FILOSOFI LAYANG-LAYANG

Siapa yang tidak tahu dan tidak pernah bermain layang-layang? Kebanyakan akan menjawab tidak ada karena hampir semua kita akan tahu dan pasti pernah bermain layang-layang. Baik ketika. Kita masih kecil ataupun bahkan hingga kita sudah dewasa pun tetap mengasyikkan untuk bermain layang-layang. Bentuk dan aneka corak layang-layang yang ada pun sangat bervariasi sehingga semakin menarik untuk dimainkan. 

Tetapi pernahkah kita mempersonifikasikan layang-layang dan berdialog dengannya? Menanyakan apa yang ada di dalam pemikirannya? Sorry, yang dimaksud dengan mempersonifikasikan dalam bahasa Indonesia kira-kira menganggap layang-layang sebagai manusia. Oleh karena itu valid saja jika kita menanyakan apa yang ada di fikiran layang-layang, kan? Berikut adalah dialog yang disarikan dari nasehat seorang senior yang kaya akan filosofi hidup kepada kita yang lebih muda tentang yang didasarkan pada kisah layang-layang. Barangkali kita bisa mengambil makna dibalik kisahnya, jika memang ada nilai positifnya. Jika tidak ada, anggap saja sebagai essay untuk menghibur diri.

Alkisah di siang hari yang sejuk dan berangin, sejumlah anak-anak dengan riangnya bermain layang-layang di lapangan. Layang-layang mereka terbang tinggi ditiu,p angin, meliuk-liuk ke kiri dan ke kanan, kadang-kadang menukik dan membumbung tinggi, tergantung pada tarik-ulur benang yang dilakukan oleh sang anak. Ditengah keasyikan sang anak bermain layang-layang, samar-samar terdengar bisik-bisik yang dilakukan oleh sejumlah sang layang-layang. 

Layang-layang putih cemerlang memulai bisik-bisik diantara mereka: "Enak sekali ya jadi anak-anak itu! Mereka dengan senangnya mempermaikan kita sebagai layang-layang. Dibuatnya kita meliuk ke kanan dan ke kiri, menukik ke bawah dan membumbungnke atas." 
Layang-layang hijau menjawab: "Yah, namanya juga layang-layang... Sudah sewajarnya kita terikat dengan benang dan menjadi kewajiban serta tugas kita untuk terbang tinggi dan meliuk-liuk di angkasa. Kalau saya ikhlas saja menerimanya karena memang kita diciptakan sebagai layang-layang. Ikutin saja apa tupoksi kita dan gak usah repot-repot mencoba jadi orang lain." 
Layang-layang merah jambu pun menjawab: "Iya betul... Jadi manusia sepertinya enak ya. Bisa bebas bergerak kesana-kemari tanpa harus terikat pada benang seperti kita." 
Layang-layang merah darah yang terkenal berani, menjawab dengan gagahnya: "Kamu semua ini hanya bisa ngomong saja, saya juga sudah lama berfikir ingin membebaskan diri dari ikatan benang dan terbang bebas ke angkasa." 

Tak lama setelah bisik-bisik antar layang-layang tersebut, benar saja layang-layang merah pun meliukkan dirinya sehingga benang yang mengikat dirinya bergesek ke benang layang-layang lainnya. Akhirnya, putuslah benang yang mengikat layang-layang merah. Layang-layang merah pun merasa terbebas dari benang yang selama mengikatnya. 

Benarkan layang-layang merah mendapatkan kebebasan yang diidam-idamkannya? Benarkah dia menjadi terbebas untuk tebang kemana saja dia mau tanpa harus terikat oleh ikatan benang yang selama dia rasakan? Ayo kita ikuti apa yang terjadi... 

Ternyata setelah bebas dari benang, yang terjadi ternyata tidak sebebas yang layang-layang merah bayangkan. Dia tidak bisa bebas terbang kemana saja dia suka dan tidak bisa bergerak kemana saja dia mau. Dia terombang-ambing ditiup ke mana saja arah angin bertiup. Dia membumbung tinggi ketika ada angin vertikal yang membawanya dan melayang-layang tak tentu arah ketika angin yang bertiup menghilang. Akhirnya, ketika angin menerpa ke arah pepohonan dan diapun tersangkut di dahan pohon. Lebih parah lagi, melihat ada layang-layang melayang turun ke dahan sejumlah anak berlarian membawa galah untuk memperebutkan dan berusaha mengambilnya. Tetapi karena banyaknya anak dan galah yang memperebutkannya maka akhirnya layang-layang pun koyak dan sobek-sobek. Ujung-ujungnya karena sudah koyak dan sobek, maka anak-anak pun meninggalkan dan melupakannya. Tinggallah sang layang-layang sendiri tersangkut di dahan, tubuhnya koyak-koyak dan sobek akibat hamtaman galah dati anak-anak yang memperebutkannya, dan dia pun merasa sendiri di atas dahan pohon, tidak ada lagi yang memperhatikan, hina serta tidak berguna lagi.

Apa filosofi kehidupanyang dapat diambil dari ceritera layang-layang di atas? Sebagai seorang muslim, salah satu dasar dalam kehidupan kita ada keyakinan atau keimanan dalam hati kita. Keimanan kita kepada Alloh SWT. lah yang membuat hidup kita berarti dan mempunyai makna serta arah tujuan tertentu. Meskipun kadang-kadang keimanan tersebut mempunyai konsekuensi yang mengikat dan membatasi gerak-gerik kita di dalam kehidupan sehari-hari. Siapapun diri kita dari segi pangkat, jabatan, dan kedudukan yang kita miliki; berapapun besarnya kekuasaan yang ada di tangan kita; serta berapapun kekayaan yang ada dalam genggaman kita maka semua itu tidak akan membuat kita melupakan keimanan kepada Alloh SWT. dan membuat diri kita lupa akan jati dirinya sebagai seorang manusia yang kewajibannya adalah beribadah kepadaNya. 

Ketika keimanan yang ada dalam diri kita hilang, maka seberapa pun tingginya pangkat, jabatan, dan kedudukan yang kita miliki; berapapun besarnya kekuasaan yang ada di tangan kita; serta berapapun kekayaan yang ada dalam genggaman kita, semuanya menjadi tidak ada harganya, menjadi dilupakan, dan menjadi hina. Seperti diibaratkan dengan layang-layang yang pernah terbang tinggi, meliuk-liuk dengan gagah dan anggunnya di angkasa, begitu terputus dari benangnya maka dia akan terbang terombang-ambing oleh angin, akhirnya tersangkut pohon, diperebutkan oleh anak-anak yang mengejarnya dan akhirnya tersobek-sobek menjadi tidak ada harganya, menjadi hina dan dilupakan oleh orang yang tadinya dengan senang dan takjub memainkannya dan mengejarnya. Mari kita pertahankan benang keimanan yang ada di dalam hati kita dengan kuat. Kita usahakan jangan sampai terputus dan lepas dari diri kita agar hidup kita di dunia ini tetap mempunyai arah dan makna. Meskipun kita menyadari, semua itu membawa konsekuensi terasa membatasi dan seolah mengebiri kebebasan hidup kita sehari-hari. Semoga Alloh SWT. menjadikan diri kita termasuk sebagai golongan orang yang beriman hingga akhir kehidupan kita masing-masing dan memberikan balasan pahala yang besar di akherat nantinya. Amiiin... 

Catatan: Posting ini ditulis kembali dan dinarasikan berdasarkan ceritera filosofis yang diberikan oleh senior kami dalam tausyiahnya kepada kami yang lebih yunior. Meskipun tidak sama persis ceriteranya tetapi inti sari permasalahan yang disampaikan kira-kira sama dengan yang beliau maksudkan. Siapapun yang mempunyai ide awal tentang ceritera ini, kredit tulisan ini untuk anda dan penulis hanya menarasikannya kembali. Semoga ada manfaat dan barokahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar