Senin, 26 Desember 2016

Filosofi Kereta Api dan Kepemimpinan


    Sekelompok orang yang terkumpul dalam sebuah atau beberapa kesamaan disebut lah organisasi atau komunitas. Kelompok merupakan suatu yang teramat penting kalau dilewatkan jika seseorang berada di usia sekolah hingga sebelum menikah. Dalam sebuah kelompok kita dapat bersenang-senang, berbagi bersama menjalankan hobi yang sama, saling bersaing menjadi yang paling diandalkan, dan paling penting mengasah diri semakin bijak.
“Bijak itu milik orang dewasa adanya, yang muda belajar bijak.” (Galih SU, 2016)

Dalam sebuah kelompok perlu adanya seorang pimpinan. Untuk apa? Menjadi gerbong paling depan. Pernah dengar filosofi kereta api dalam kelompok? Saya beri tahu yang saya tahu. Kereta api itu terdiri dari banyak gerbong (mau gerbong penumpang atau pun barang), dan masinis sang pengemudi kereta berada di gerbong terdepan. Gerbong di belakang masinis pasti mengikuti dan mendukung kemana arah sang masinis.
Lalu, apa yang sebetulnya hendak diberikan filosofi kereta api? Pikir saja sendiri!
Kepemimpinan itu ada kalau ada pemimpin, dan pemimpin itu berhasil karena apa yang dipimpinnya. Kalau yang dipimpin tidak mau mendukung atau pun meremehkan usaha sang masinis menjalankan keretanya, ya, mau tidak mau sistem kereta api itu tidak berjalan. Harus ada yang menjemput ke belakang dan ada yang harus mengingatkan masinis.
Kelompok itu bukan aku, kamu, atau kita. Kelompok itu adalah gotong royong. Yang di depan menjadi contoh dan yang di belakang mendukung. Pasti perlahan kereta itu berjalan, perlahan dan menjadi sekencang shinkansen.
Begini praktisnya, saya yang pertama kali merasakan jadi pemimpin kelompok ialah waktu kelas VIII di SMPN 16 Bekasi, saya jadi ketua kelas waktu itu. Jadi tugasnya adalah menyiapkan siswa, memimpin berdoa sebelum pelajaran dimulai, dan memanggil guru di kantor kalau belum masuk saat jam pelajaran sudah dimulai. Semakin bertambahnya waktu, saat di SMA menjadi Pradana di ekskul Pramuka, tugasnya bukan hanya menyiapkan siswa dalam kelas, tapi memimpin upacara saat upacara bendera, menggagas kegiatan-kegiatan menarik seperti Hiking & Survival.
Menjadi sebuah kepuasan sendiri dapat melaksanakan kegiatan alam yang menantang dan menyenangkan. Kalau sekarang sepertinya sulit untuk melaksanakan kegiatan Pramuka seperti berkemah atau naik-naik ke puncak gunung.
Hal-hal kepemimpinan banyak saya pelajari dari Pramuka saat SMA hingga sekarang. Pramuka menyenangkan, meski banyak yang mengekang, tidak boleh di sini tidak boleh begini. Waktu itu saya bersama panitia hiking dan bantuan guru akhirnya meloloskan kegiatan tersebut disetujui sekolah. Sampai-sampai kepala sekolahnya ikut. Wah kalau sekarang?
“Merdeka lah bangsa Indonesia dengan ribuan gugus pulaunya yang indah, lekuk awan terbentang di atas negeri ini menambah indahnya pemandangan.” (Galih SU, 2016)
Naik kereta api
Tut tut tut....
Siapa hendak turun
Ke Bandung, Surabaya
Boleh lah kawanku lekas naik
Keretaku tak berhenti lama
Kelompok adalah sebuah sistem seperti layaknya kereta api, seperti lagu di atas. Kereta tidak berhenti lama, ayo lekas naik.
Terkadang kita merasakan, saya juga pernah merasakan. Berada di sebuah kelompok yang tidak menganggap kita, tidak menerima pendapat kita, tidak menghargai pekerjaan kita untuk kelompok itu. Namun, kereta tidak berhenti lama. Ayo lekas naik!
Lagu tersebut bukan menyuruh menunggu kereta berikutnya atau tidak usah naik kereta saja. Di lagu tersebut, kursi kereta tetap ada tempat untuk kita. Segera kita sadar, berlari kecil sedikit biar tidak ketinggalan kereta.
Memahami satu sama lain dalam penghuni kereta, semua orang punya bagiannya masing-masing. Semua orang tetap saja spesial. Mau di mana pun orang itu pernah merasakan naik kereta lain, membandingkan dengan kereta yang sekarang.
“Membandingkan itu bukan sebuah cara yang baik untuk menggerakan kelompok. Justru membandingkan adalah awal menuju kedongkolan hati, merasa ketidakpuasan. Lalu keluar dari kelompok yang dianggap tidak nyaman, padahal dirinya lah bukan saja penting, dirinya juga begitu berarti di kelompok itu.” (Galih SU, 2016)
Oke, itu saja sedikit filosofi kereta api dan kepemimpinan. Oh ya, ide dasar tulisan ini dari bapak saya loh, waktu itu lagi ngobrol-ngobrol tentang organisasi dan bapak yang menasehati kalau organisasi layaknya kereta api

Tidak ada komentar:

Posting Komentar