Senin, 26 Desember 2016

SEJARAH TUNGGU JOGJAKARTA

Sejarah Tugu Jogja

Tugu ini dibangun pada tahun 1756, setahun setelah berdirinya keraton Yogyakarta. dibangun oleh raja Kasultanan Yogyakarta pertama yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono I pasca “pemisahan” Kerajaan Mataram Islam menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasultanan Surakarta. Pembangunan tugu ini dilakukan untuk memperingati persatuan antara raja (pada saat itu pengeran mangkubumi) dengan rakyat dalam melawan Kolonial Belanda.
Sebenarnya bentuk dari tugu jogja tidak seperti yang kita lihat sekarang. Dahulu bentuk dari puncak berbentuk bola (golong) dan bangunannya berbentuk tabung / silinder (gilig) dan setinggi 25 meter. Sehingga nama tugu ini adalah tugu golong gilig. Bentuk ini mempunyai suatu filosofi yang disebut Manunggaling Kawulo Gusti yang berarti bersatunya antara rakyat dengan raja (penguasanya).

Pada Tahun 1867 tepatnya tanggal 10 Juni atau 4 Sapar tahun Ehe 1796 (ehe: nama salah satu tahun dalam sewindu dalam penanggalan jawa) terjadi gempa dahsyat di wilayah Jogja sehingga tugu Golong-gilig ini rusak. Gempa itu juga mengakibatkan rusaknya taman sari dan banyak korban jiwa.  Bencana itu sesuai Tjandra Sengkala “Obah Trusing Pitung Bumi” yaitu catatan yang mengandung arti angka tahun 1796.
Asal tahu saja, Tugu itu ternyata juga menjadi salah satu poros imajiner pihak Kraton Yogyakarta. Jika ditarik garis lurus dari selatan ke utara, atau sebaliknya; maka akan ditemukan garis lurus ini: Laut Selatan (konon dikuasai oleh Kanjeng Ratu Kidul, istri Sultan Raja-raja Mataram), Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi.
Dipimpin oleh Opzichter Van Waterstaat (Kepala Dinas Pekerjaan Umum) JWS Van Brussel dibawah pengawasan Pepatih Dalem Kanjeng Raden Adipati Danurejo V Tugu ini direnovasi pada tahun 1889. Setelah pelaksanaan renovasi tugu baru itu selesai, diresmikan HB VII pada 3 Oktober 1889 atau 7 Sapar 1819 Tahun Jawa.
Sebagai langkah lanjut tugu itu diperbaiki oleh Opzichter van Waterstaat (Kepala Dinas Pekerjaan Umum) yang saat itu dijabat oleh  JWS van Brussel di bawah pengawasan Pepatih Dalem Kanjeng Raden Adipati Danurejo V. Setelah renovasi tugu baru itu diresmikan HB VII pada 3 Oktober 1889 atau 7 Sapar 1819 Tahun Jawa.
Tetapi tugu yang dibuat oleh belanda tersebut tidak seperti aslinya. Bagian puncak berbentuk runcing dan tingginya dikurangi menjadi hanya 15 meter. lebih parahnya lagi pada tugu tersebut  di cantumkan candra sengkala Wiwaraharja Manunggal Manggalaning Praja. yang selain berarti tahun 1819, juga berarti pintu menuju kesejahteraan bagi para pemimpin Negara. Sangat jauh dari semangat yang tersirat pada bentuk Tugu yang lama. Itu dilakukan karena colonial Belanda untuk mengilangkan lambing persatuan yang ada dalam golong golig demi tujuan politik devide-et-impera (politik pecah belah) pemerintah Hindia Belanda. Selain itu namanya pun diubah menjadi De Witt Pall  atau jika diartikan dalam bahasa indonesia Tugu Pall Putih yang sekarang dikenal dengan Tugu Jogja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar